Siapa yang tidak mengenal Kota Jakarta ?. Dari anak-anak balita
sampai dengan orang dewasa dan lanjut usia sudah pasti mengenal dan
tentang kota Jakarta. Kota Jakarta adalah salah satu kota tersibuk di
Indonesia, dan bahkan kota Jakarta adalah kota negara Indonesia dalam
peta kenegaraan Republik Indonesia. Kota Jakarta yang sejak dulu banyak
menyimpan sejarah dan budaya yang unik dari campuran budaya asing yang
memasuki Jakarta dikala masa lampau,
Jakarta berlokasi di Pulau
Jawa diantara dua provinsi besar antara provinsi Jawa Barat dan Banten,
di muara Ciliwung, Teluk Jakarta. Jakarta terletak di dataran rendah
pada ketinggian rata-rata 8 meter dpl. Hal ini mengakibatkan Jakarta
sering dilanda banjir. Sebelah selatan Jakarta merupakan daerah
pegunungan dengan curah hujan tinggi. Jakarta dilewati oleh 13 sungai
yang semuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Sungai yang terpenting ialah
Ciliwung, yang membelah kota menjadi dua. Sebelah timur dan selatan
Jakarta berbatasan dengan provinsi Jawa Barat dan di sebelah barat
berbatasan dengan provinsi Banten. Kepulauan Seribu merupakan kabupaten
administratif yang terletak di Teluk Jakarta. Sekitar 105 pulau terletak
sejauh 45 km (28 mil) sebelah utara kota.
Jakarta pertama kali
dikenal sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bernama Sunda
Kelapa, berlokasi di muara Sungai Ciliwung. Ibu kota Kerajaan Sunda yang
dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang Bogor)
dapat ditempuh dari pelabuhan Sunda Kalapa selama dua hari perjalanan.
Menurut sumber Portugis, Sunda Kalapa merupakan salah satu pelabuhan
yang dimiliki Kerajaan Sunda selain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede,
Tamgara dan Cimanuk. Sunda Kalapa yang dalam teks ini disebut Kalapa
dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota
kerajaan yang disebut dengan nama Dayo (dalam bahasa Sunda modern:
dayeuh yang berarti ibu kota) dalam tempo dua hari.Kerajaan
Sunda sendiri merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanagara pada abad
ke-5 sehingga pelabuhan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-5 dan
diperkirakan merupakan ibu kota Tarumanagara yang disebut Sundapura.
Pada
abad ke-12, pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuk.
Kapal-kapal asing yang berasal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan,
danTimur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang
seperti porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, dan
zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah yang menjadi komoditas
dagang saat itu.
Dan dari sejarah etimologinya bahwa nama Jakarta
sendiri digunakan sejak masa penjajahan Jepang tahun 1942, untuk
menyebut wilayah bekas Gemeente Batavia yang diresmikan pemerintahHindia Belanda tahun 1905. Nama ini dianggap sebagai kependekan dari kata Jayakarta
(Dewanagari), yang diberikan oleh orang-orangDemak dan Cirebon di bawah
pimpinan Fatahillah (Faletehan) setelah menyerang dan menduduki
pelabuhan Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Nama ini biasanya
diterjemahkan sebagai "kota kemenangan" atau "kota kejayaan", namun
sejatinya artinya ialah "kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuatan
atau usaha".
Bentuk lain ejaan nama kota ini telah sejak lama digunakan. Sejarawan Portugis João de Barros dalam Décadas da Ásia (1553) menyebutkan keberadaan "Xacatara dengan nama lain Caravam (Karawang)". Sebuah dokumen (piagam) dari Banten (k. 1600) yang dibaca ahli epigrafi Van der Tuuk juga telah menyebut istilah wong Jaketra, demikian pula nama Jaketra juga disebutkan dalam surat-surat Sultan Banten dan Sajarah Banten
(pupuh 45 dan 47) sebagaimana diteliti Hoessein Djajadiningrat.
Laporan Cornelis de Houtman tahun 1596 menyebut Pangeran
Wijayakrama sebagai koning van Jacatra (raja Jakarta).
Sementara
itu budaya Jakarta itu sendiri merupakan budaya mestizo, atau sebuah
campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta
merupakan ibu kota Indonesia yang menarik pendatang dari dalam dan luar
Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara lain, Jawa, Sunda,
Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Jakarta
juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok,
India, dan Portugis.
Jakarta merupakan daerah tujuan urbanisasi
berbagai ras di dunia dan berbagai suku bangsa di Indonesia, untuk itu
diperlukan bahasa komunikasi yang biasa digunakan dalam perdagangan
yaituBahasa Melayu. Penduduk asli yang berbahasa Sunda pun akhirnya
menggunakan bahasa Melayu tersebut.
Walau demikian, masih banyak
nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa
Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng, dan
lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam
naskah kuno Bujangga Manik yang saat ini disimpan di perpustakaan
Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun bahasa formal yang digunakan
di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa
percakapan sehari-hari adalah Bahasa Melayu dialek Betawi. Untuk
penduduk asli di Kampung Jatinegara Kaum, mereka masih kukuh menggunakan
bahasa leluhur mereka yaitu bahasa Sunda.
Bahasa daerah juga
digunakan oleh para penduduk yang berasal dari daerah lain,
seperti Jawa, Sunda, Minang, Batak, Madura, Bugis, Inggris dan Tionghoa.
Hal demikian terjadi karena Jakarta adalah tempat berbagai suku bangsa
bertemu. Untuk berkomunikasi antar berbagai suku bangsa, digunakan
Bahasa Indonesia.
Selain itu, muncul juga bahasa gaul yang tumbuh
di kalangan anak muda dengan kata-kata yang kadang-kadang dicampur
dengan bahasa asing. Bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang paling
banyak digunakan, terutama untuk kepentingan diplomatik, pendidikan,
dan bisnis. Bahasa Mandarin juga menjadi bahasa asing yang banyak
digunakan, terutama di kalangan pebisnis Tionghoa. Nah memang benar
ternyata Jakarta memang sungguh unik sejarah dan budayanya yang sejak
dulu banyak terinteraktif dari berbagai bahasa dan budaya eknik serta
bangsa lain yang masuk ke Jakarta sejak dulunya. Maka Jakarta sampai
sekarang masih terbilang kota budaya yang paling tinggi nilainya didalam
sejarah bangsa ini.
Inilah Ibu Kota Negara Indonesia DKI Jakarta (Kota Jakarta) yang selalu sibuk dengan kemacetan dan kesemrawutan
Namun
sungguh disayangkan para generasi muda saat ini kurang untuk memahami
dan memperhatikan serta melestarikan budaya Ibu kota negara ini yang
begitu kental dengan ke Bhinnekaannya, khususnya generasi muda putra
Jakarta itu sendiri. Mereka begitu mengagumi budaya asing tanpa mau
peduli budaya dan seninya Jakarta. Ini sebenarnya juga sudah menjadi
tanggung jawab pemerintah DKI Jakarta untuk lebih berperan aktif didalam
pembinaannya kepada generasi muda Jakarta.
Belum lagi kesadaran
warga Jakarta itu sendiri masih kurang memperhatikan soal keindahan,
kebersihan dan keamanan kota Jakarta. Padahal kota Jakarta adalah kota
terpenting di Indonesia dan dunia, selain sebagai kota seni budaya, kota
sejarah bahasa Indonesia dan kota bisnis dunia, kota Jakarta sungguh
rawan dari segala sisi yang ada sampai saat ini.
Kota Jakarta
yang memiliki 5 wilayah kota administrasi dan ekonomi yang strategis
kini sudah terlihat kurang baik dalam segi keindahan, kenyamanan dan
keamanannya. Hal ini terbukti hampir setiap detik kita mendengar
berita-berita yang tidak enak didengar dan dilihat. Kerusuhan,
kemacetan, kejahatan kriminalitas, penculikan, pemerkosaan, bahkan
bencana banjir yang setiap tahun pastilah ada di Kota Jakarta ini. Belum
lagi kabar-kabar penggusuran kaum miskin dan urban yang terjadi banyak
dipaksakan oleh kebijakan pemerintah provinsi DKI Jakarta itu sendiri.
Kota Jakarta keadaannya masih sangat miris sampai sekarang. Pemerintah
DKI Jakarta sendiri dari tingkat bawah sampai tingkat atas seperti tidak
peduli adanya kondisi tersebut. Nah bagaimana bisa para generasi muda
Jakarta untuk bisa menjaga kotanya sendiri kalau para pemimpinnya banyak
yang seudelnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar